11 Juli 2007

Hari Jadi Bogor

Hari jadi, dalam kaitan apapun juga, menyangkut masalah identitas. Salah satu identitas Bogor yang cukup dominan di Jawa Barat ialah latar belakang sejarahnya, karena di Bogor inilah terletak ibukota Pajajaran dan disini pula Prabu Siliwangi pernah hidup dan mcmerintah. Dua serangkai ini, Pajajaran dan Siliwangi merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Jawa Barat.
Jaman Pajajaran dimulai dengan pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang dikenal masyarakat dengan nama Prabu Siliwangi. Sri Baduga mulai memerintah tahun 1382 dan berlangsung 39 tahun lamanya. Sejak dia memerin­tah, Pakuan dijadikan ibukota kerajaan menggantikan Kawali. Peristiwa Pakuan dijadikan pusat pemerintahan itulah yang dijadikan pangkal tolak perhitungan.
Pengambilan angka tahun 1482 berpijak pada telaah sejarah, karena suniber yang ada akan menampilkan angka tahun tersebut sebagai awal masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Tetapi masalah bulan dan tanggal harus dicari secara khusus sebab sumber sejarah yang ada tidak menyebut-nyebut kedua hal itu. Disini alur telaah dikaitkan kepada cerita tradisional yang terdapat di dalam pantun Bogor . Pantun ini pernah dituturkan Ki Buyut Rambeng dan pak Cilong yang dicatat di Rumpin oleh Keluarga ayah Almarhum R. Moechtar Kala.
Dalam lakon Ngahiyangna Pajajaran, dikisahkan bahwa dahulu di Ibukota Pajajaran selalu diadakan upacara Gurubumi dan Kuwerabakti tiap tahun. Waktu upacara dimulai 49 hari setelah penutupan musim panen dan berlangsung selama 9 hari kemudian dan ditutup dengan upacara Kuwerabakti Pada malam bulan purnama.
Berita pantun ini memiliki penopang beberapa kenya­taan lain. Kropak 406 memberitakan bahwa raja-raja di daerah harus datang menghadap ke Pakuan tiap tahun. Diantara barang-barang antaran' ternyata ada anjing penggerek (anjing pemburu). Jadi waktu yang 9 hari itu digunakan pula untuk berburu.
Kenyataan lain adalah di daerah Pakindulan (bagian selatan Banten dan Sukabumi) masih ada upacara sejenis, yang disebut Gurubumi. Mengenai para sesepuh di Sir­naresmi mengemukakan bahwa hal itu hanya dilakukan di Dayeuh (Kecamatan Cisolok, Sukabumi) tetapi dalam hal ini Dayeuh ada di Bogor karena upacara Kuwerabakti dahulu hanya dilakukan di Ibukota Pajajaran.
Pantun Bogor tidak berdiri sendiri karena ada hal lain yang mendukungnya. Dari salah satu uraian disebutkan bahwa latar belakang kebudayaan masyarakat Pajajaran ialah pertanian ladang. Di Jawa Barat pada saat ini, masyarakat ladang murni hanya tinggal di masyarakat Baduy.
Kalender masyarakat Baduy sejalan dengan Pranatamangsa yang pada masa lalu digunakan juga oleh masyarakat tani di seluruh Pulau Jawa dan Bali . Kalender-­kalender tersebut berpedoman kepada Bintang Waluku di daerah Pakindulan, Kanenes dan Kiara Pundak.
Pantun Bogor menyebutkan bahwa upacara Guru Bumi diadakan 49 hari setelah penutupan musim panen. Jangka waktu itu penting sekali sebab para raja di daerah, daerah harus menyelenggarakan upacara penutupan/musim panen di daerahnya masing-masing sebelum mereka mengikuti upacara di Ibukota Pajajaran.
Upacara di Ibukota akan dilangsungkan 49 hari sesudahnya yang tepatnya dimulai 9 hari sebelum malam purnama yang jatuh antara minggu ke dua Mei dengan minggu ke tiga Juni. Untuk tahun 1482, upacara, Kuwerabakti dilangsungkan pada tanggal 2 malam 3, bulan Juni. Tanggal 3 Juni 1482 itulah secara resmi kegiatan upacara selama 9 hari di Ibukota berakhir.
Waktu penetapan "Hari Jadi" itu belum ditcmukan sumber-sumber lain yang dapat mcmpermudah perhitungan. Naskah-naskah Wangsakerta baru diketemukan tahun 1977. Naskah itu mengandung nilai sejarah yang jauh lebih tinggi di atas naskah-naskah tradisional, masih menempatkan penobatan Sri Baduga Maharaja sebelum tanggal 3 Juni 1482 sehingga upacara Kuwerabakti yang dijadikan titik perhitungan tidak terlampaui.

Tidak ada komentar: